- See more at: http://yandyndy.blogspot.co.id/2012/04/cara-membuat-auto-read-more-pada-blog.html#sthash.JS2X70Q4.dpuf

RUMAH GANTUNG : Part 18

0

Aku langsung turun dari mobil dan berpindah ke kursi penumpang. Kuambil boneka itu dan langsung kumasukkan ke dalam kantong merah bersama boneka-boneka lainnya, setelah itu Dion menancap gas mobilnya untuk berbalik lagi menuju rumah gantung.

“kukira tadi Siska sudah masuk” sahut Dion sambil menyetir. Nadanya sedikit gugup karena panik

“ya, sama denganku”

Dua puluh menit kami sampai kembali ke rumah gantung. Aku dan Dion langsung berlari keluar dari dalam mobil dan langsung berlari kedalam rumah.

“Siska?” teriak Dion sambil berlari

“tolong…” sahut Siska dari dalam ruang bawah tanah

Kami langsung masuk ke dalam ruang yang sebelumnya terkunci dan langsung melongok kedalam lubang dilantainya. Terlihat seorang gadis terduduk lemas dengan tubuh yang kotor karena debu-debu berterbangan. Tangannya memegang mata kakinya yang terlihat lebam, sementara lebam lain juga terlihat di lengan dan dahi kanannya. Selain itu, serpihan dan balok –balok kayu juga terlihat berhamburan disekitarnya.

“kalian meninggalkanku?” teriak Siska

“tidak….kami akan menolongmu” sahutku

“aku tidak bisa berdiri, kakiku sangat sakit dan aku tidak bisa menggerakkannya” teriak Siska sambil mengerang memegang kakinya

Aku dan Dion saling berpandangan

“dimana kita akan menemukan tali?” kata Dion

Aku terdiam “apa tali dikamar itu cukup panjang?” kataku sambil menoleh kearah dinding diseberang ruangan

“entah” ucap Dion lirih

“kita cek, ayo” ucapku yang disambut dengan anggukan mantap dari Dion

Kami berdua langsung berdiri, dan Dion mengintip ke Siska “kami akan cari sesuatu untuk mengeluarkanmu” sahut Dion

“Ya” sahut Siska

Aku dan Dion langsung bergegas menuju ruang bertali. Ruangan dengan tali-tali yang masih tergantung diatapnya. Aku dan Dion berdiri tepat dipintu ruangan,mengamati tali-tali tampar tua yang masih bertengger dilangit-langit. Semua tali telihat pendek, mungkin hanya berukuran kurang dari lima puluh sentimeter dari atap.

“kita ambil saja? Mungkin untuk sambungan” kata Dion

“bagaimana kita memotongnya? Kau bawa pisau?” ucapku

Dion langsung mengernyitkan dahinya sambil menggeleng lirih. Benar, tali-tali itu tidak mungkin dipotong tanpa menggunakan pisau yang tajam.

“tunggu, semua atap dirumah ini lapuk. Mungkin saja tali itu terhubung dengan kayu-kayu yang lapuk juga diatas sana” ucap Dion sambil menunjuk keatas langit-langit.

“aku tidak tahu ujung tali-tali itu diikat dimana” kataku “kalau diikat sampai diatas langit-langit aku khawatir malah akan membuat atapnya runtuh” sambungku

Aku memandang langit-langit yang terlihat rapuh namun tak terlihat karena beberapa bagian yang rapuh tertutup oleh lakban-lakban hitam yang tak beraturan. Lakban-lakban itu juga menutup ujung tali yang menempel dengan langit-langit seolah air hujan pun tidak akan dibiarkan merembes ke ruang ini bahkan melalui celah sekecil apapun. Sementara Dion mulai mendekat ke arah tali yang paling dekat, mengayun-ayunkannya sebentar sampai akhirnya tangannya menggenggam erat tali itu dan menarik-nariknya pelan. Tiga tarikan pelan yang kemudian tarikan keempat dia menariknya dengan sedikit keras. Ujung tali yang menempel diatap langsung terjun bebas diatas lantai, sementara simpul tali masih erat ditangan Dion.

“mudah” Dion tertawa

“tunggu, ini aneh” aku mendekat kearah Dion, meraih ujung tali. Aku memandanginya dengan seksama sampai aku menemukan sebuah kejanggalan baru diruangan ini.

“ujung tali ini memang sudah putus” kataku

“maksudnya?” Dion mendekatiku

Aku menunjukkan ujung tali ke arah Dion “lihat, ujung tali ini sangat kotor dan terlihat sudah dipotong sejak lama. Ujungnya dilakban hanya untuk ditempel diatas atap” kataku sambil menekan-nekan ujung tali yang sedikit lengket dengan secuil lakban yang masih menempel diujungnya.
 Dion membetulkan kacamatanya sambil mendekatkan wajahnya kedepan tali.

“kau benar, tapi kenapa hanya dengan tali yang cuma direkatkan bisa menopang tubuh istri Robert dan anak-anaknya?” ucap Dion lirih

“kita lihat yang lainnya” kataku sambil mendekati tali-tali yang lain dan mulai menariknya. Tali-tali itu jatuh satu-persatu diatas lantai seperti halnya tali yang pertama.

“yang penting kita sudah dapat tiga tali. Tapi ini kurang panjang” kataku

“kurasa aku melihat ada handuk-handuk usang dikamar mandi. Mungkin bisa digabung dengan tali-tali ini” ucap Dion

Kami langsung keluar ruangan. Aku membawa ketiga tali yang sudah kulipat asal-asalan, sementara Dion memanduku menuju sebuah ruangan disamping ruang tali. Ruangan dengan ubin-ubin kecil yang sangat kotor, lembab dan kerak-kerak tebal yang menempel dilantai dan dinding-dindingnya. Langit-langitnya runtuh menimpa sebuah cekungan yang cukup lebar dilantai –mungkin bekas bak mandi. Sebuah bingkai lebar juga terlihat disampingnya seperti bekas tempat cermin, dengan rak kecil yang sudah hancur. Sementara ujung ruangan terdapat sebuah tumpukan kain-kain kotor kecoklatan yang terlihat menjijikkan yang berbaur dengan kerak-kerak yang terlihat sepreti lumpur yang mengering.

“aku tidak mau mengambilnya”

“ayolah, apa lagi yang bisa kita pakai disini?” Dion mengeluh

“ada, kurasa kabel masih bisa membantu daripada handuk-handuk jelek itu” kataku girang

Aku langsung bergegas menuju ruang rongsokan dibelakang rumah sementara Dion membuntuti dibelakangku.

“kalian masih lama?” teriak Siska dari ruang bawah tanah

“sebentar, tunggu saja” Dion membalas dengan teriakan juga

Aku menyerahkan tali-tali ditanganku ke Dion, dan aku langsung melompati barang-barang menuju sebuah meja usang didekat lemari es yang jelek. Aku meraih kabel yang menjalar diatasnya, dan menarik ujungnya yang menempel pada steker dibawah meja. Tarikanku cukup keras membuat ujung steker hancur, mugkin juga umurnya yang sudah lama membuat steker itu sangat rapuh. Sementara ujung lainnya masih menempel didalam lemari es, membuat tarikanku kini harus lebih keras lagi. Aku menarik-narik kabel itu dengan kedua tangan sementara satu kakiku menahan lemari es agar tidak tertarik kearahku. Butuh tarikan yang ekstra sampai akhirnya tutup lemari es yang menempel dengan ujung kabel menjadi pecah dan benar-benar membuat kabel itu terpisah dari terminalnya. Setelah itu, aku bergegas kembali menghampiri Dion, dan menyerahkan kabel dengan panjang lebih dari satu meter ketangannya. Terlihat Dion sudah mengikat ketiga tali yang lain dan tanpa pikir panjang dia langsung membuat simpul baru tali-tali itu dengan kabel yang baru diterimanya.

“sip” seru Dion sambil menunjukkan hasil talinya didepanku

Kami bergegas kembali menuju ruang bawah tanah. Aku memegang ujung kabel sementara ujung lainnya yang berupa tali dilempar kearah Siska. Siska meraihnya dan menunggu aba-aba.

“pegang yang erat… kami akan menarikmu” teriak Dion

Aku melilitkan ujung kabel ditanganku, hingga kurasakan beban mulai menjadi berat yang menandakan Siska mulai menggenggam erat ujung tali. Selanjutnya kami mulai menarik perlahan dan butuh beberapa lama sampai kami berdua bisa mengeluarkan Siska dari bawah tanah. Kami langsung membopongnya dan membawanya menuju mobil.

“terima kasih karena telah meninggalkanku” gurau Siska sambil mulai menyandarkan tubuhnya dikursi penumpang, tangannya meraih kantong plastik merah disampingnya dan meletakkannya dilantai. Selanjutnya, dia mengangkat kakinya keatas kursi.

“untung saja kamu menelepon” sahut Dion yang mulai membuka pintu kemudi. Aku pun bergegas duduk ditempatku semula, disamping Dion
 Dion mulai menyalakan mesin mobil dan menggerakkannya menjauhi halaman rumah gantung.

“kau tidak apa-apa?” tanyaku sambil menengok ke Siska

“ya, hanya sedikit pusing” jawab Siska sambil mendesis lirih karena sakit

“ya, kurasa kau benar tentang sosok menyeramkan itu” sambungnya

“sosok hantu rumah gantung?” sahutku kaget

“ya” jawab Siska lirih

“kau melihatnya?” sahut Dion. Siska hanya mengangguk

“sudah kubilang sosok itu ada” ucapku kearah Dion

“saat aku meraih ponselku, aku merasakan ada sesuatu yang lain diruangan itu. Dan baru kusadari ada sosok itu diujung ruangan. Tubuhnya hitam dengan mata merah yang menyala” ujar Siska

“lalu?” aku menyela

“aku ketakutan dan langsung menaiki tangga, dan saat itulah tangga itu hancur dan aku terjatuh” Siska menghela nafas panjang
 “sepertinya aku pingsan beberapa saat” sambungnya

Aku dan Dion terdiam.

“baiklah, hari ini kita akan mengantarmu pulang. Atau mau kerumah sakit?” tawarku

“jangan, langsung saja kerumah. Biar aku yang menjelaskan ke ayahku” jawab Siska

“oke, kalau begitu aku akan melanjutkan sendiri besok. Untuk urusan keaslian gigi-gigi itu, aku akan menunggu sampai kau benar-benar sembuh”

“oke, tidak masalah”

“hey bung, aku juga masih bisa bantu” sahut Dion

“ya boleh” aku tertawa

“jadi, apa rencanamu?” ucap Dion

“aku akan mencari Fendi”

“aku bisa bantu… rekan ayahku seorang polisi, mungkin dia bisa melacak keberadaannya” sahut Siska

“sip” aku tersenyum kearah Siska

Siska hanya membalasku dengan senyumannya sambil tetap memijat-mijat kakinya yang menghitam. Aku mengamatinya dengan iba, sampai beberapa saat kusadari ada yang aneh dengan lebam dikakinya. Siska sendiri sepertinya menyadari apa yang kulihat karena dia langsung menutup dengan telapak tangan sambil terus memijatnya. Dia menyadari bahwa sosok itu telah meninggalkan jejak tangan menyeramkan yang membekas dikulitnya.

(Bersambung)

About the author

Menulis bukan sekedar hobi, tapi juga seni. Keep writing :)

0 komentar: