- See more at: http://yandyndy.blogspot.co.id/2012/04/cara-membuat-auto-read-more-pada-blog.html#sthash.JS2X70Q4.dpuf

RUMAH GANTUNG : Part 17

0

“Dion?” teriak Siska

Tak ada sahutan, kami berdua saling berpandangan heran

“Dion? Kau tidak apa-apa?” kataku sambil menggulung koran ditanganku dan menyelipkannya kedalam saku belakang celanaku. Aku mengambil kantong plastik boneka yang tak jauh dari kakiku, lalu aku berjalan mendekat kearah pintu yang terbuka, disusul Siska yang mengikutiku dari belakang.

Sebuah suara cukup gaduh terdengar dari ruangan itu. Suara seperti bunyi kayu-kayu yang berderit dan patah. Sesaat kemudian, sebuah kepala menyembul dari pintu ruangan. Disertai dengan tangan kanan yang mencoba membetulkan kacamatanya yang hampir jatuh.

“maaf mengagetkan, tapi kalian harus lihat ini” ucap Dion

Aku dan Siska hanya tertawa kecil “sialan… bagaimana kau bisa didalam sana?” kataku sambil mendekat ke ruangan

Aku dan Siska berdiri didepan pintu, mengamati ruangan didepan kami. Ruangan kecil hanya berukuran 2 x 2 meter menurutku. Didalamnya hanya terdapat rak-rak buku yang kosong dan sangat kotor penuh debu. Atapnya juga terdapat banyak lubang yang membuat ruangan terasa sangat panas terkena cahaya siang hari. Retakan demi retakan terukir diseluruh temboknya.

“ruang ini dikunci dari dalam, dan kukira tembok ini lebih kuat dari yang kukira” Dion tertawa sambil menunjuk sebuah lubang tembok disisi kiri ruangan. Sebuah lubang yang timbul dari retakan yang sudah cukup parah, namun lubang itu berukuran tak lebih besar dari satu meter dan kelihatannya tak mudah untuk menerobos lubang itu, kecuali orang-orang yang memiliki tubuh ramping semacam Dion.

“butuh sedikit tendangan yang kuat untuk menghasilkan lubang itu” sambung Dion

“kau menghancurkan temboknya?” tanya Siska

“ya, awalnya aku dari ruang samping yang lebih mirip kamar mandi, tak ada apapun disana. Sampai aku menemukan retakan itu” katanya sambil menunjuk lubang “aku mengintip dan kulihat ada ruangan yang terlihat asing. Karena penasaran, ya sudah aku hancurkan saja, ternyata mudah” sambungnya sambil tertawa kecil

“kerja bagus” Siska mengangkat jempol tangan kanannya kearah Dion

“oiya, lupakan ruangan lainnya, semuanya kosong” sahut Dion

“sudah kubilang kan?” kataku

“dan, aku yakin ada sesuatu disini” Dion mulai membungkuk dan menarik sebuah karpet dekil yang tak jauh dari kakinya, melepaskan miliaran debu keseluruh ruangan. Tapi semua tak ada yang sampai naik darah karena debu-debu itu, karena yang kulihat saat ini lebih memacu tensi darah kami seketika. Karpet kotor itu menutupi sebuah rahasia baru dirumah ini, ruang rahasia.

“aku hampir saja terperosok” ujar Dion

Aku dan Siska mulai memasuki ruangan. Menyaksikan sebuah pintu kecil dari kayu yang berada dilantai. Terlihat engselnya sudah kering berkarat, sementara kayu-kayunya sangat lapuk. Beberapa bagian kayu bahkan terlihat hampir berlubang, sepertinya bagian itu yang terinjak oleh Dion.
 “menurut kalian, apa yang ada dibawah sana?” tanyaku

“entahlah, mau aku bukakan?” jawab Dion sambil berjongkok dilantai
 Aku dan Siska mengangguk mantap, yang langsung direspon baik oleh Dion. Dion langsung berdiri dan menginjak-injak balok-balok kayu rapuh dibawahnya. Tak mau kalah, aku juga ikut membantu Dion dengan beberapa injakan sampai sebuah lubang menganga terbentuk dihadapan kami.

“urusan menghancurkan aku juga bisa” aku bercanda, disambut dengan tawa dari Dion

Sebuah sorot cahaya dari atap berhasil masuk menuju ruang bawah tanah, menampakkan sedikit detail ruang didalamnya. Ruangan sempit hanya ada sebuah meja dan kursi kayu. Dengan dinding yang penuh kertas-kertas,sementara diatas meja banyak berserakan alat-alat yang tidak begitu jelas karena tebalnya debu yang menutupinya. Tapi ada beberapa alat yang terlihat familiar bagiku, berbagai macam peralatan seperti alat-alat bedah yang hampir sama dengan alat-alat yang digunakan para dokter untuk membedah ayahku dirumah sakit. Sementara satu-satunya jalan untuk bisa sampai kebawah adalah dengan melewati sebuah tangga kecil dari kayu, yang pastinya terlihat usang dan rapuh.

“Beneran kebawah? Aku tidak yakin apa kita bisa kembali keatas” ucap Siska cemas

“aku yang akan mencoba” sahutku sambil menaruh kantong plastik dilantai

Dion dan Siska hanya terdiam, melihatku mulai berjongkok dan langsung menginjak anak tangga pertama. Satu dua anak tangga aku lalui disertai dengan bunyi decitan kayu tiap aku menjejakkan kaki ke anak-anak tangga dibawahnya.

“satu persatu kalau mau turun” kataku ke arah Dion dan Siska

“benar tidak apa-apa?” sahut Siska

“kurasa masih aman” aku berhasil menjejakkan kakiku dilantai ruang bawah tanah, sekitar dua meter dibawah lantai rumah

Kulihat Dion dan Siska mengobrol lirih diatas, tapi sebuah isyarat menunjukkan kalau Siska yang akan turun terlebih dahulu. Siska turun dengan pelan, sementara aku mencoba mengamati seluruh ruangan disekitarku.

“kurasa masih kokoh, dirumah ini mungkin cuma tangga ini yang terbuat dari kayu berkualitas” ucap Siska kearahku sesaat sebelum dia berhasil menginjakkan kakinya di anak tangga terakhir. Tak lama, terdengar bunyi derit dari atas menandakan Dion mulai ikut turun bersama kami.

“kurasa disini akan lebih banyak rahasia” ucap Siska

“ya..” kataku sambil memeriksa semua sudut ruangan

“kenapa ada alat-alat bedah disini?” Dion sudah sampai di lantai ruangan

Aku dan Siska mendekati meja didekat kami, menghiraukan pertanyaan Dion. Sebuah meja dengan peralatan-peralatan aneh, karena disini kau menemukan banyak potongan-potongan kain kumal yang mirip serbet, beberapa benang jahit kotor dengan beberapa jarum menancap diatasnya, dan yang aneh adalah peralatan-peralatan bedah rumah sakit. Sementara Siska mengamati kertas-kertas yang banyak menempel didinding. Kertas-kertas yang berwarna kecoklatan setengah kelabu yang penuh debu. Beberapa tepi kertas bahkan terlihat seolah lapuk dan sobek namun masih terlihat bagus pada bagian tengahnya.

“gambar-gambar ini….” Siska mulai menarik satu gambar lalu meniupnya untuk membersihkan debu-debu diatasnya . Tak lama, Siska mengeluarkan ponsel dari saku dan memotret kertas ditangannya. Selanjutnya, dia memotret seluruh ruangan dan alat-alat diatas meja .

“clue besar” sahut Siska sambil tetap fokus memotret

Aku dan Dion mendekat kearahnya, sementara Siska menyerahkan kertas itu ketanganku. Siska sendiri mulai mengambil kertas lainnya satu persatu dan memotretnya. Aku mengamati gambar yang ada dikertas. Sebuah gambar dari pena yang masih terlihat jelas membentuk objek boneka yang tak asing dimata kami. Boneka-boneka kecil yang sekarang berada diatas lantai –terbungkus rapi didalam kantong plastik berwarna merah. Boneka-boneka didalam gambar ini terlihat masih lucu, seperti yang terfoto dalam bingkai yang kami temukan diruangan lain. Tak ada gigi yang menyeramkan menyeringai dari jahitan di mulutnya. Tapi disamping boneka itu dibuat sebuah garis memanjang seolah menghubungkannya dengan sebuah gambar lain disampingnya. Gambar sebuah tengkorak manusia, dengan tulisan “my childrens” dibawahnya

“sekarang kita tahu misteri hilangnya bagian tubuh mayat keluarga Robert” sahutku

“lihat ini” Siska menyodorkan sebuah kertas lagi kearahku

Kali ini kertas menggambarkan boneka yang lebih besar, memiliki garis yang terhubung dengan gambar sebuah tulang.

“dan ini semua” Siska menyodorkan beberapa kertas lagi

Aku mengambil alih semua kertas dari tangan Siska dan mengamatinya satu persatu. Sebuah gambar lain menunjukkan sebuah tulang yang dibakar dan ditumbuk. Gambar lain menggambarkan serbuk-sebuk yang dimasukkan dalam tubuh boneka. Sementara gambar lain menggambarkan ketiga boneka itu berdampingan dengan tulisan “my family” dibawahnya.Aku dan Dion saling berpandangan satu sama lain.

“jadi selama ini, Robert sendiri yang mencuri dari makam keluarganya” ucap Dion

“dan dia menjadikan bagian tubuh keluarganya untuk dicampur dengan boneka”kataku

“dan kita akan membawa boneka-boneka itu kerumah” sahut Siska

Kami saling berpandangan satu sama lain, seolah ada yang sama-sama dipikirkan.

“satu lagi, bisa kau bawakan ini?” aku menyodorkan kertas kearah siska

“ya…” jawab Siska sambil menaruh ponsel diatas meja dan menerima kertas dari tanganku

“aku menemukan hal yang aneh dari sini” aku mengeluarkan kertas koran dari sakuku. Aku membukanya didepan Dion dan menunjuk sebuah tanggal yang tertera diatas koran.

“ada yang aneh?” tanyaku

“ya, ini bukan koran milik Robert” jawab Dion lirih

“dan baru kuingat kalau bulan dan tahun yang tertera disini adalah bulan dan tahun kejadian Fendi dirumah ini” kataku menjelaskan

“Fendi yang membawanya kemari?” tanya Dion

“itu yang akan kita cari tahu” jawabku

“tidak mungkin Fendi sengaja membawa koran-koran itu kemari tanpa alasan. Satu lagi, kalau kalian bisa teliti, tiga empat lembar koran yang aku temukan diruangan tadi semua terdapat artikel dan berita tentang rumah gantung” sahut Siska

“jadi apa lagi yang akan kita bawa?” tanya Dion mantap

“kertas-kertas gambar ini” ucap Siska sambil melipat-lipat kertas gambar kedalam sakunya

“kertas koran ini sudah cukup” kataku sambil menggulung kembali koran dan memasukkannya ke dalam saku

“dan Fendi… kurasa kita harus menemuinya” ucap Dion

Tak lama, kami bertiga mulai naik lagi satu persatu keatas rumah. Aku meraih kantong plastik merah yang aku taruh diatas lantai, dan mengeluarkan isinya satu persatu.

“boneka itu harus tetap kita bawa” kata Siska

“kenapa? Gigi ini sudah pasti asli kan?” tanyaku

“aku akan tetap memeriksa keasliannya, itu bisa menjadi laporan kita untuk polisi” ujar Siska

“okelah” aku memasukkan kembali boneka-boneka ke dalam kantong, yang kini aku tambah lagi dengan kertas koran dan kertas-kertas gambar dari Siska.

“boneka besarnya?” tanya Dion

“lupakan saja” sahutku

Kami bertiga langsung bergegas keluar dan menuju mobil Dion yang terparkir dihalaman rumah.

“akhirnya….” Dion masuk dan duduk dikursi kemudi, tangannya mulai menyalakan AC mobil.

Aku duduk disamping Dion, sementara Siska dikursi penumpang bersama dengan barang-barang temuan kami.

“barang-barang ini? Langsung kita teliti?” tanya Siska

“aku capek, besok saja kita lanjutkan” sahut Dion

“aku juga sih.. tapi dimana kita akan menaruhnya? Aku akan dimarahi habis-habisan oleh ayahku kalau aku membawanya” ujar Siska

“sama” sahut Dion

“dirumahku saja, tak ada orang” aku menyela

“beneran?” tanya Dion dan aku menjawabnya dengan anggukan

“okelah… taruh di rumah si penakut…” sahut Siska tertawa

“jangan panggil aku seperti itu lagi” sahutku ikut tertawa

“oiya, untuk foto-fotonya, jangan sampai terhapus” kata Dion sambil menyalakan mobil

“astaga….” Siska berteriak, membuat aku dan Dion menoleh kearahnya “ponselku tertinggal diruang bawah tanah” sambungnya panik

Aku dan Dion hanya berpandangan, menyaksikan Siska langsung keluar dari mobil

“kalian tunggu disini sebentar” ucap Siska sambil berlari menjauh mobil

Aku ikut keluar dari mobil “perlu bantuan?” teriakku

“tidak perlu, cuma sebentar saja” teriak Siska

Aku kembali masuk kedalam mobil, menghela napas panjang sambil membanting pantatku keatas kursi mobil.

“dia pemberani, tak perlu dikhawatirkan” kata Dion sambil mematikan mesin mobilnya

“ya…”kataku sambil sedikit melamun “terima kasih telah membantuku” sambungku

“sudahlah…kami tidak ingin kau larut terus tentang Roy dan Mia. Mungkin kasus seperti Hani, Fandi dan kasus-kasus setelah penemuannya kulihat lebih ke arah depresi dan trauma” ujar Dion

“kau tidak tahu apa yang kulihat setelahnya” kataku sambil menoleh kearah Dion

“mungkin kau masih teringat sosok menyeramkan itu” sahut Dion

“tidak, bahkan ketika aku mencoba melupakannya, sosok itu seakan terus menampakkan dirinya didepanku” kataku

Tiba-tiba pintu belakang mobil terbuka, dan seseorang langsung duduk didalamnya.

“maaf menunggu.. ayo berangkat” sahut Siska

“baiklah, ponselnya sudah ketemu?” tanya Dion sambil menyalakan mobil

“sudah”

Kami bertiga melaju meninggalkan rumah gantung. Meninggalkan rumah yang penuh misteri dan teka-teki yang sebagian hampir terpecahkan oleh kami. Hanya beberapa petunjuk lagi untuk kami bisa mengulas lebih jauh apa sebenarnya yang telah terjadi dirumah gantung.

Hampir seperempat jam perjalanan, kondisi yang lelah membuat perjalanan sedikit membosankan. Radio yang diputar dimobil Dion seolah tak digubris oleh penghuni didalam mobil ini. Semilir angin yang berasal dari AC mobil malah membuat suasana semakin runyam, dan anehnya justru suhu panas yang kurasakan. Aku mencoba membuka kaca mobil hanya untuk mencari angin alami yang lebih segar dari angin buatan didepanku. Tak ada candaan, tak ada gurauan. Semua yang kurasakan saat berangkat berbeda dengan saat pulang. Dion fokus dengan kemudinya, dan dari raut mukanya terlihat lelah. Andai saja aku bisa menyetir, aku akan menawarkan diri untuk mencoba menggantikannya. Sementara Siska dibelakang tak bersuara – dan mungkin juga sangat lelah- seperti halnya Dion. Semuanya terasa hambar sampai sebuah ponsel milik Dion berdering keras, membuat kesadaran kami bangun untuk sesaat.

Bunyi ponsel sekali tak dihiraukan oleh Dion yang masih konsentrasi menyetir. Bunyi kedua kali juga tak dihiraukannya. Sampai bunyi ketiga,sebuah dering berbeda yang lebih pendek dan Dion mulai berbicara kepadaku.

“bisa kau ambilkan ponsel disaku depanku?”

“sebentar” aku bangkit dan meraih ponsel yang terlihat menyembul dari saku kiri Dion. Aku mengamati layar ponsel yang menunjukkan sebuah notifikasi pesan yang masuk ke nomor Dion.

“siapa?” tanya Dion

“sebentar” jemariku membuka pesan masuk. Sebuah pesan membuatku langsung terbelalak dan mengubah rasa capekku menjadi rasa ketakutan yang amat sangat. Aku diam mematung, membaca satu persatu kalimat yang tertera dilayar ponsel.

“kalian tolong aku… aku terjatuh diruang bawah tanah, tangganya rapuh dan aku tidak bisa naik. Siska”

Seketika, Dion langsung menginjak rem, dan kami mulai menengok ke kursi penumpang. Kursi yang kosong hanya ada kantong plastik berisi boneka-boneka dan kertas didalamnya. Ditambah penghuni baru, sebuah boneka yang lebih besar yang tetap menampakkan senyum merahnya kearah kami berdua.

(Bersambung)

About the author

Menulis bukan sekedar hobi, tapi juga seni. Keep writing :)

0 komentar: