- See more at: http://yandyndy.blogspot.co.id/2012/04/cara-membuat-auto-read-more-pada-blog.html#sthash.JS2X70Q4.dpuf

RUMAH GANTUNG SEASON 2 : Part 1

0

Sore itu langit berawan. Warna jingga bersinar tersamarkan dibalik awan gelap tipis di ufuk barat. Burung-burung tidak meneriakkan kicauannya. Angin berhembus lembut, mengibaskan rambut tipis pemuda yang baru saja turun dari angkot yang ditumpanginya. Pemuda itu berdiri, mengamati sebuah halaman rumah berpagar besi didepannya. Pagarnya terbuka sedikit, dan suasana sunyi menyelimuti rerimbunan rumput liar dibaliknya. Sekilas hanya ada suara bising kota yang tak jauh darinya. Dia membuka handphonenya.

‘kamu dimana? Aku sudah didepan lokasi’
Tak lama sebuah pesan balasan masuk, membuatnya bergerak maju mendekati pagar
‘aku sudah didalam, masuk saja’
Baru saja dia memegang pagar dan hendak masuk kedalamnya, sebuah suara teriakan mengejutkannya.
“Alex!!”
Seorang pemuda berlari mendekatinya. Dia berlari sambil menjinjing sebuah tas ransel yang hanya tergantung di lengan kanannya. Sementara lengan kirinya memegang sebuah ponsel sambil sesekali menahan beban ranselnya yang terlihat lumayan berat.
“kukira kamu sudah didalam” sahut Alex
“tidak, barusan sampai. Tadi tukang ojeknya terburu-buru, jadi aku minta turun dulu didepan sana” ujar Alfin sambil menunjuk ujung jalan tak jauh dari mereka, “si Hendri kemana?” sambungnya
“tuh, dibelakangmu” tunjuk Alex
Alfin menoleh kebelakang
“sorry bro, tadi ada urusan perut mendadak. Sudah selesai ya?” ujar Hendri sambil memegang perut buncitnya
“selesai apanya, kita juga baru sampai. Tuh Pras lagi menunggu didalam” sahut Alex
“Oke, tapi beneran nih?” Hendri mengamati rumah tua didepannya
Namun pertanyaan Hendri tak dipedulikan kedua temannya yang langsung masuk ke halaman. Hendri pun bergegas menyusul dibelakang mereka.
Mereka bertiga mengamati sekitar. Halaman rumah itu cukup sempit. Bangunan rumah itu langsung menyatu dengan dinding pagar disampingnya, sementara halaman depannya hanya dihiasi bekas kolam yang kotor dan kering, sebuah bekas ayunan kecil yang sudah berkarat dan hampir patah pada salah satu kakinya, tanaman-tanaman hias yang sudah tak tahu rimbanya, yang tertutup rumput liar dan menghilangkan bentuk pot-pot didasarnya. Terasnya yang terbuat dari keramik kelabu tertutup debu tebal dan menyisakan sebuah jejak kaki menuju pintu didepan mereka. Pintu itu terbuka sedikit dan terlihat sebuah siluet cahaya terpancar dari dalam rumah.
“disebelah kota yang padat terdapat desa dengan rumah yang berkarat” gerutu Hendri
“huss, jangan bicara aneh-aneh” gertak Alex
“ya, kau belum tahu saja sejarah rumah ini” sahut Alfin
“aku sudah tahu, walau hanya secuil saja” gerutu Hendri lirih. Dia membuka handphonenya dan membuka histori browsernya yang dia buka beberapa saat lalu. Sebuah artikel berita, terjadi beberapa tahun lalu, di tempat yang mereka datangi sekarang.
-SATU KELUARGA GANTUNG DIRI MENGHEBOHKAN WARGA-
Ya, kejadian itu masih segar diingatan para warga di kota itu. Namun tidak bagi mereka berempat - termasuk teman mereka Pras. Mereka adalah mahasiswa yang sedang melaksanakan tugas PKL di sebuah desa di pinggiran kota itu, yang tidak sengaja mendengar kabar tentang misteri rumah yang dijadikan gantung diri satu keluarga. Tidak ada alasan lain, karena mereka berempat sendiri adalah kelompok blogger misteri. Dan kisah misteri selalu menarik bagi mereka untuk diulas dan dipublikasikan kepada khalayak.
Lantas apakah yang terjadi di rumah itu? Rumah yang mereka kunjungi, sebuah rumah dimana sebuah keluarga yang terdiri dari orang tua dengan ketiga anaknya. Kejadian bermula ketika putri bungsu mereka ditemukan tak bernyawa karena gantung diri. Tak lama kemudian, bak sebuah virus, kedua kakaknya mengalami depresi dan membuat kedua orangtuanya ikut larut dalam kesedihan. Beberapa bulan kemudian setelah kematian putri bungsu, mereka berempat ikut gantung diri pula di ruangan masing-masing. Namun misteri tetaplah misteri. Banyak sekali kejadian yang belum terungkap. Termasuk adanya kabar yang menyebutkan jika kedua orang tuanya tidaklah gantung diri, melainkan dibunuh kemudian digantung dikamar oleh kedua anaknya yang depresi. Ditambah lagi dengan adanya isu kejadian supranatural yang kerap mengganggu warga sekitarnya. Dan itu bisa dilihat dengan hilangnya sebagian tetangganya yang lebih memilih untuk pergi jauh dari rumah itu dan pindah ke tempat yang aman. Namun lambat laun karena penduduknya yang sepi, desa itu mulai ditinggalkan. Dan kini tak ada lagi yang tersisa disana, melainkan hanya deretan rumah-rumah kosong, rerimbunan ilalang dan tanaman merambat yang menyelimuti pagar-pagar disekitarnya.
“Pras!” teriak Alfin
“oh hey, disini” suara Pras menggema di ruang tamu Matahari sore masih bisa menyinari ruangan dari balik kaca jendela yang berdebu tebal. Semua furniture masih tertata rapi. Meja kayunya masih terlihat utuh meskipun tampak sangat kotor dengan beberapa bagian kakinya sedikit lapuk. Sementara sofa-sofa nya terlihat sangat kumal dan beberapa besar bagiannya sudah sobek rusak parah. Mungkin banyak kucing yang suka singgah diatasnya. Sementara dinding nya sudah berjamur stadium akhir, dengan kerak-kerak dan lapisan cat-cat gelap yang mengelupas. Bohlam di atapnya sudah pecah. Bingkai-bingkai foto terlihat patah, namun tak ada foto didalamnya.
“Hey, ayo kemari” Pras muncul dari sebuah kamar disamping ruang tamu
Alex, Alfin dan Hendri menghampiri Pras. Alfin mulai mengambil sebuah senter dari ranselnya dan menyorotkannya kearah Pras.
Mereka berempat memasuki sebuah kamar yang pengap. Cahaya matahari hampir tak bisa memasuki ruangan. Jendela kacanya tertutup tirai lusuh yang mirip gantungan kain kumal berwarna kelabu. Pintunya yang lapuk terlihat miring. Sebuah ranjang terlihat rusak, dengan kasur dan sprei kotor yang masih tertata rapi.
“Fin, kamu bawa artikelnya?” tanya Pras
“oh iya” Alfin membuka ransel dan mengeluarkan beberapa kertas yang diklip rapi dari dalamnya, 
“ini semua artikel sudah aku print dan masing-masing sudah kusalin” sambungnya
“oke, nanti kalian baca dan kita kumpulkan kesimpulan untuk kita posting. Ini artikel tentang rumah ini secara lengkap. Mmm… atau mungkin tidak begitu lengkap” ujar Pras, “lihat!” Pras menunjuk sebuah benda diatas ranjang. Tanpa tinggal diam, Pras mendekati ranjang dan memungut benda itu.
“boneka?” Alex mengernyitkan dahinya
“ya, lihat. Ada yang aneh?” Pras mendekatkan boneka ke wajah Alex
Alex hanya mengamati boneka itu dengan heran. Boneka beruang kecil berwarna cokelat, seukuran telapak tangan. Matanya terbuat dari kancing baju yang dijahit menyilang. Mulutnya pun terbuat dari jahitan dengan benang berwarna merah cerah. Dilihat lebih seksama lagi, bagian perutnya terlihat sedikit lebih kembung dari ukuran normal boneka.
“tak ada yang aneh” ucap Alex lirih
“ah kamu ini, tidak peka sama sekali. Aku tahu yang kamu maksud” Hendri menyahut boneka itu dari tangan Pras, “lihat, perutnya mirip” sambung Hendri sambil memegang perutnya, yang dibalas dengan tawa lirih dari ketiga temannya.
“tidak, ini bukan waktunya bercanda. Apa kalian tidak melihat…”
“tunggu… boneka ini bersih” Alfin menyela Pras
“nah!!” seru Pras
“iya ya, apa ini boneka masih baru?” Alex mengeryitkan dahinya
Hendri mengamati boneka itu dengan seksama. Dia mengamati setiap guratan di wajah boneka, dan memperhatikan sesuatu yang aneh. Dia meremas perut boneka itu dengan sedikit keras, dan wajahnya berubah menjadi terkejut.
“punya pisau, atau apapun yang lancip?” tanya Hendri
“ada” Alfin membuka ransel dan mengambil sebuah cutter
Tanpa pikir panjang, Hendri mengiris perut boneka itu dan membuat ketiga temannya terkejut.
“apa yang kamu laku….” keterkejutan Pras berhenti ketika Hendri mengeluarkan beberapa benda aneh dari dalam perut boneka.
Gigi. Beberapa bagian gigi berhasil dikeluarkan dari dalamnya. Gigi-gigi kecil yang menghitam. Gigi-gigi yang terlihat seolah habis terbakar dan beberapa abu hitam tersembul bersamanya didalam perut yang terbuat dari kapas. Mereka berempat terdiam. Ya, mereka mengenali kontur gigi seperti itu, karena mereka pun memilikinya, hanya saja lebih kecil. Dan terbersit sebuah pertanyaan di kepala mereka, yang mungkin bisa menjadi kalimat perwakilan kata ‘How’ dari ‘7W1H’ untuk artikel misteri mereka. ‘Bagaimana bisa gigi-gigi manusia yang terbakar bisa didalam sebuah boneka?’ atau bisa dilanjutkan : ‘yang terlihat bersih, di dalam rumah yang bertahun-tahun tanpa penghuni?’
“boneka ini bakal keren nih kalau dimasukkan blog” ujar Alex
“oke. Giginya masukkan sini” Alfin mengeluarkan kertas bekas lusuh dari saku celananya
“dari mana kamu dapat kertas itu?” tanya Hendri
“ini?” Alfin menunjukkan kertas dihadapan Hendri, “ini tadi dapat dari toko swalayan, kalau mau dapat ini harus beli produk dulu. Ini tidak gratis loh” sambungnya
“apaan? Pakai nota aja bangga” sahut Hendri sambil memukul pelan bahu Alfin
Alfin pun tertawa lirih, dia pun mengambil gigi-gigi dari tangan Hendri dan membungkusnya. Sementara bonekanya ia masukkan ke dalam ranselnya.
‘BRAK’
Sebuah suara mengagetkan mereka berempat.
“dari belakang” mereka berempat mengintip di balik pintu ruangan. Hari mulai gelap. Alfin dan Pras menyorotkan senter kearah luar ruangan. Sebuah lorong, terdiri dari 3-4 ruangan disamping kiri kanannya. Suasana dingin mulai merasuk.
“entah apa yang kalian pikirkan, tapi kurasa untuk hari ini cukup dulu. Aku tidak mau kesana” ujar Alfin
Pras mengarahkan senternya ke pergelangan tangannya, “sudah mau jam enam nih. Oke. Jangan lupa kalian baca artikelnya, besok kita berkumpul lagi untuk kesimpulan dan kalau perlu kita telusuri lebih jauh rumah ini. Ada yang keberatan?”
Alex, Alfin dan Hendri terdiam.
“baiklah kuanggap kalian setuju” sahut Pras, “ayo keluar” sambungnya
Mereka pun keluar secara beriringan, dengan Pras didepan dan Alfin paling belakang. Hawa dingin semakin terasa. Suasana yang tidak nyaman, membuat Alfin mengarahkan senternya kebelakang. Seketika wajahnya berubah. Alfin langsung mematikan senternya dan berjalan secepat mungkin ke barisan paling depan ketika mereka berempat sudah tiba di teras rumah.
“ini kalian bawa saja ya” Alfin mengeluarkan boneka dan gigi ke arah teman-temannya
“sini, aku saja yang bawa. Nanti aku coba cari info juga tentang boneka ini” Pras menyambar boneka dan gigi dari tangan Alfin. Gigi-gigi itu dimasukkannya ke dalam saku bajunya sementara boneka tetap dibawanya.
Sepeninggal dari rumah itu, mereka berempat melanjutkan obrolan ke sebuah warung yang masih bertahan beberapa blok dari rumah itu. Sebuah obrolan ringan, santai, dan tanpa beban. Tidak menyadari sesuatu jahat sedang mengamati mereka dari kejauhan, dari balik rumah-rumah kosong yang tadi mereka lalui. Sesuatu yang tidak nampak seperti makhluk hidup lainnya, dengan taring yang panjang dan sorot mata merahnya yang menyala.
 *** 
(bersambung)

About the author

Menulis bukan sekedar hobi, tapi juga seni. Keep writing :)

0 komentar: