- See more at: http://yandyndy.blogspot.co.id/2012/04/cara-membuat-auto-read-more-pada-blog.html#sthash.JS2X70Q4.dpuf

RUMAH GANTUNG : Part 16

0

 


“pengap, sempit” gerutu Siska

“ya… pengap” sambung Dion sambil mengamati ruangan

Aku berjalan menuju noda hitam di dekat pintu, sambil menendang beberapa paku payung yang tersisa yang mencoba menghalangi jalanku.

“apakah disitu…” ucap Dion lirih

“ya… Mia” ucapku sambil mulai berjongkok diatas lantai. Kusentuh sedikit jariku diatas noda hitam yang masih sedikit lengket, dan mengamatinya sejenak sebelum kuusapkan ke lantai lain yang lebih bersih. Lalu aku mengelap jariku dengan ujung bajuku.

“kalian melihat sesuatu?” tanyaku berbalik ke arah Dion dan Siska

“kurasa kita terlalu buru-buru disini…. Bukankah kita tadi melewati beberapa ruangan yang belum kita periksa” ucap Siska sambil menunjuk kebelakang

“sudahlah… tidak ada apa-apa disana. Hanya beberapa ruangan kosong dan satu ruangan yang masih tertutup” kataku “kurasa hanya tinggal ruangan ini yang bisa memeberi kita petunjuk” sambungku

Dion dan Siska terdiam sambil sesekali menoleh kearahku dan kebelakang.

“ruangan itu?” tunjuk Siska “meskipun kosong, kita tidak harus melewatkannya. Ingat, tadi sebuah petunjuk penting bahkan kita temukan dari ruang yang kosong juga” sambungnya ketus

Tanpa aba-aba Siska langsung berjalan kembali menghampiri ruangan yang dimaksud, disusul dengan Dion. Aku bergegas pula mengikuti mereka. Siska langsung meraih kenop pintu ruangan yang sudah berkarat dan mencoba memutarnya.

“terkunci” sahutnya dengan nada sedikit kecewa

“oke, berarti ada beberapa ruangan lagi disini” kata Dion

“lalu?”

“aku akan memeriksa ruangan yang lain, sementara kalian memeriksa barang-barang rongsokan disana” ujar Dion sambil menunjuk ruangan dibelakang kami

“tunggu… kita tidak boleh berpencar” aku menyahut

Siska hanya terdiam

“lebih aman kalau kita bersama bukan?” sambungku

“kurasa tidak apa-apa, aku sudah janji kepadamu untuk membantu. Tapi aku punya usul yang lebih baik. Ini akan mempercepat tugas kita, disamping juga akan menghemat waktu” Dion menjelaskan

“aku tidak ingin ada lagi yang….”

“atau kita akan berjam-jam disini” Dion memotong ucapanku

“kau tidak tahu apa-apa tentang rumah ini” aku mengeraskan suaraku

“aku sudah tahu, tapi selama kita bersama, itu akan mempersempit pencarian” Dion membentakku

“sudah, kalian apa-apaan sih…” Siska berteriak “ingat, kita hari ini bertindak sebagai tim, kita harus kompak” sambungnya

“ya, kita kompak, kita harus bersama” sahutku

“aku punya ide. Kurasa kita memang harus berpencar” Siska menjelaskan dengan sedikit kesal

“tidak akan” sahutku

“biarkan aku menjelaskan” bentak Siska “oke, Dion… kau ke ruang lain dan aku akan memeriksa ruangan rongsokan bersamamu” sambung Siska menatap kearahku

“kita akan mencari barang-barang yang kita anggap mencurigakan, aneh, atau tidak wajar. Barang-barang yang bisa dibawa akan kita bawa untuk ditelusuri bersama dirumah, tidak disini. Karena disini kudengar berbahaya” Siska menjelaskan

Aku dan Dion hanya terdiam

“tapi, untuk barang-barang yang tidak bisa dibawa, cukup difoto saja. Kalau memang sekiranya butuh untuk diperiksa, akan kita menghampiri dan memeriksanya saat itu juga” pungkas Siska “setuju?” sambungnya

“ya, aku setuju” ucap Dion mantap

Siska menoleh kearahku “bagaimana denganmu? … penakut?” kata Siska sambil tertawa lirih

“ya sudah…. apa boleh buat, aku tidak akan memaksa lagi” kataku sedikit kesal

“baiklah aku akan langsung memeriksa. Ini kalian bawa saja, kurasa ditempat kalian akan ada banyak barang” ucap Dion sambil menyerahkan kantong plastik didepanku

Aku mengambil kantong dari tangan Dion “hati-hati” kataku

“ah, tidak akan ada apa-apa, siang hari mana ada setan?” sahut Dion sambil menjauh

Siska menepuk pundakku “ ayo”

Aku melepas tangan Siska dari pundakku “jangan panggil aku penakut” aku berbisik ke arah Siska yang disambut dengan tawa lirih dari mulutnya

“kamu sih…” sahut Siska ketus

Kami berdua bergegas keruangan sebelumnya, keruang barang-barang bekas.

“aku akan cari sebelah sini, kau sebelah sana” kata Siska

Kami langsung menyisir barang-barang didalam ruangan. Aku disisi kanan ruangan, sementara Siska disisi kiri. Barang-barang yang berada dibagianku diantaranya berupa ban-ban bekas, peralatan memasak, beberapa mainan usang, alat-alat tukang yang berkarat dengan serbuk-serbuk karat yang menyelimutinya, ditambah dengan banyak debu lembab dan sarang laba-laba disetiap rongganya.

Terdapat pula lemari es berwarna kuning kecoklatan yang berkarat. Bersanding dengan sebuah meja kecil, tempat beberapa pisau-pisau dapur coklat saling berserakan diatasnya. Sebuah kabel putih kotor dan hampir putus terlihat pula menjalar disampingnya, hampir terhimpit sisi meja.

“tunggu…” aku menaruh kantong plastik dari tanganku keatas lantai. Aku bergegas menyibakkan beberapa peralatan, meraba-raba roda-roda dan ban bekas memastikan untuk bisa kulewati dan aku mencari jalanku sendiri. Butuh beberapa lompatan kecil diantara barang-barang didepanku, sampai aku bisa berdiri tepat didepan meja berpisau. Aku meraih kabel listrik dan kutarik ujungnya yang tersambung dengan lemari es, sementara ujung lainnya masih menempel pada steker listrik–yang harus kuintip dengan susah payah- dibawah meja.

“kurasa ini ruang dapur” aku berteriak kearah Siska

Sementara Siska hanya cuek, memandang tumpukan koran didepannya. Ya, ‘wilayah kekuasaan’ Siska hanyalah berupa televisi kotor, kursi dan sofa yang setengah remuk yang saling tumpang tindih, radio dan piringan hitam yang sudah tak berbentuk akibat debu sarang laba-laba, sebuah set CPU versi lama yang kukira mungkin masih berpentium satu pada masanya, dan yang sedang diamati Siska, yaitu tumpukan koran. Tumpukan-tumpukan koran yang sebelumnya kulihat hampir berupa bubur kertas pada tumpukan paling atas, namun tumpukan dibawahnya dan dibawahnya lagi yang menurutku masih sedikit berbentuk lembaran koran. Bubur-bubur kertas itu kini berserakan diatas barang-barang disekitarnya, karena Siska kini mulai mengacak-acak tumpukan dibawahnya.

“kamu harus lihat ini” teriak Siska sambil mengeluarkan ponsel dan membidiknya

“apa yang kau temukan?” balasku

“cepat, kesini saja” Siska menatapku tak sabar

Aku segera beranjak dari peralatan-peralatan kotor disekitarku dan langsung mendekat ke Siska.

“ada apa?” tanyaku

“ini masih bisa terbaca” Siska menyodoriku sebuah koran berwarna abu-abu yang hampir kecoklatan -yang sudah hampir sobek disetiap bagiannya, namun beberapa berita masih bisa terbaca jelas “lihatlah” sambungnya sambil menunjuk bagian atas koran.

“ini….?” gumamku lirih

“ya… ini bukan koran dari masa Robert…” sahut Siska

‘Klak…Klak…kriiiittttt….’

Sebuah suara pelan terdengar dari ruang didalam rumah, membuat konsentrasi kami berdua buyar. Kami melihat asal suara itu dari sebuah ruangan yang bisa terlihat dari ruang ini, ruangan yang sebelumnya menjadi perdebatan seru diantara kami. Ruangan itu kini tidak lagi terkunci setelah pintunya kini terbuka lebar dengan sendirinya, memberikan asupan cahaya terang kesuluruh lorong rumah.

(Bersambung)

About the author

Menulis bukan sekedar hobi, tapi juga seni. Keep writing :)

0 komentar: