- See more at: http://yandyndy.blogspot.co.id/2012/04/cara-membuat-auto-read-more-pada-blog.html#sthash.JS2X70Q4.dpuf

RUMAH GANTUNG : Part 12

0

Tubuhku langsung kubanting keatas ranjang. Kutarik selimut dan kubentangkan sampai menutup seluruh tubuhku.

"kak.....kakak kenapa?" teriak Emi menggedor-gedor pintu kamar. "kak...." sambungnya

Tak kupedulikan keramaian Emi diluar kamar, karena kini yang aku inginkan hanya tidur dan menutup pandanganku dari bayang-bayang makhluk hitam itu.

Tapi untuk bisa tidur tidak semudah kenyataannya. Ketakutan membuatku tak bisa tenang diatas ranjang. Berkali-kali kubalik tubuhku ke kiri-kanan tapi tetap tidak bisa membuatku terlelap. Entah berapa lama aku bergumul didalam selimut sampai kurasakan ruangan disekitarku mulai terang. Dan betapa leganya ketika kusadari listrik telah menyala.

Aku duduk sejenak, mengamati ruanganku sendiri dengan awas. Luar ruangan sudah tenang, mungkin Emi sudah terlelap dikamarnya. Aku bangkit dari ranjang, mematikan lampu yang ada di dinding.

Tiiittt......

Suara yang tak asing, suara CPU. Aku langsung membanting tubuhku keatas kursi, dan menyalakan monitor.

"syukurlah"

Aku menengok keatas dinding, memandang jarum jam yang jarum pendeknya hampir menyentuh angka dua. Tanpa pikir panjang, aku langsung membuka browser dan menekan tombol restore website terakhir yang aku buka, sebuah website tentang kasus kedua dari rumah gantung.

Aku baca lagi artikel itu dari awal.

--Seorang pria ditemukan tewas tergantung di areal pepohonan mangga dibelakang rumah gantung. Pria yang diketahui bernama Fandi, sebelumnya menderita depresi berat yang akhirnya memilih mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. Sementara mayatnya ditemukan oleh saudara kembarnya, Fendi. Diakui oleh Fendi, dia sempat mengalami perasaan takut selama berhari-hari ketika saudaranya menghilang. Bahkan dia mendengar bisikan-bisikanyang akhirnya bisa menemukan keberadaan Fandi di rumah gantung. Tapi semuanya belum selesai, Fendi yang sangat terpukul dengan kehilangan saudaranya, dikabarkan ikut depresi. Beberapa hari setelah kematian Fandi, Fendi yang telah dianggap tidak waras mulai mengamuk dan membunuh kedua orang tuanya. Tidak ada yang tahu apa motifnya, tapi hasil psikis Fendi menunjukkan bahwa Fendi melakukan pembunuhan secara tidak sadar. Tetapi, fakta yang aneh dikabarkan dari kepolisian, bahwa Fendi sepenuhnya waras ketika diinterogasi oleh kepolisian dan psikiater, dan dia menyangkal telah membunuh kedua orang tuanya. Tapi hukum tetaplah hukum, dan Fendi ditahan atas kelakuannya. Tapi beberapa bulan kemudian, pihak kepolisian memindahkannya ke rumah sakit jiwa, terkait laporan dari tahanan lain yang merasa terganggu dengan kedatangan Fendi. Dilaporkan Fendi kerap mengamuk, dan tertawa sendirian, bahkan seorang tahanan pernah memergokinya berbicara sendirian tanpa ada seseorang didekatnya.

Aku menghela napas panjang, mengakhiri kalimat terakhir dari artikel tersebut. Aku mulai membandingkannya dengan apa yang aku alami beberapa hari ini.

Ckittt.... Brak...brak...

Suara mobil berhenti di depan rumah.

"jam sigini ada yang mau bertamu?" pikirku

Aku berjalan mendekati jendela dan mengintip dari balik tirai. Mengamati dua manusia yang turun dari dalam mobil, seorang laki-laki dan perempuan. Dua-duanya memakai setelan jaket yang rapi, dan masing-masing memakai dress yang sama warna hitam. Ayah dan ibu.

Aku segera keluar kamar dan bergegas membuka pintu rumah. Menyambut orang tuaku yang baru menginjakkan kakinya diteras rumah.

"belum tidur?" ucap ayahku kaget

"belum" jawabku lirih

"maaf, ibu kemalaman" ucap ibuku sambil melepas tas dari bahu kanannya. Ibu langsung masuk kedalam kamarnya, sementara ayahku masih sibuk melepas sepatunya.

Tak lama, ayah mulai masuk menghampiriku di depan pintu "cepat tidur...."sambungnya sambil melewatiku.

"iya" sahutku pelan

Aku langsung menutup pintu rumah dan berjalan menuju kamarku. Tapi belum sempat aku masuk kedalam kamar, telingaku menangkap bunyi-bunyi yang ganjil dari ruang dapur, ruangan tanpa pintu yang hanya berjarak dua ruang dari kamarku. Bunyi-bunyian seperti besi-besi yang diketuk, dan sesekali ada bunyi halus seperti decitan yang berulang-ulang.

"ibu?" aku berteriak pelan "ayah?" sambungku

"ibu disini, ada apa?" terdengar sahutan ibuku dari dalam kamarnya

"tidak ada apa-apa" sahutku

Pikiranku mulai bergelut ketika bunyi-bunyi itu kembali terdengar ditelingaku. Rasa takutku menyuruh untuk kembali kedalam kamar. Tapi sebagian besar adalah rasa penasaranku yang terus mendorongku untuk mencari asal bunyi. Akhirnya dengan langkah berat kuarahkan kakiku mendekati dapur, dan aku mengintip dari balik tembok dapur.

"astaga"

Mataku membelalak kaget menyaksikan ruangan dapur yang berantakan. Rak-rak dan lemari es terbuka pintunya, serbet dan peralatan yang ada diatas meja berhamburan dilantai, sementara lantainya penuh dengan noda-noda tepung yang membuat debu diseluruh ruangan. Debu-debu putih dengan ukiran-ukiran menyeramkan timbul diatasnya. Aku mengamatinya sejenak, menerawang bercak-bercak menyeramkan didepanku. Kurasakan kakiku mulai bergetar, menyaksikan jejak-jejak kaki hitam yang terukir diatas lantai.

Tak butuh pikir panjang lagi, aku langsung berlari menutup semua rak dan lemari es, mengambil sapu, dan langsung kuhapus jejak-jejak itu dengan menyapu serbuk-serbuk tepung diatas lantai. Aku hendak memungut peralatan yang berserakan dilantai, ketika sebuah ketukan pelan terdengar dari jendela dapur, dari luar. Aku mendekat ke arah jendela, dan mengintip dari balik tirai. Aku mengamati seksama, tak ada siapapun. Aku membuka jendela, dan mengeluarkan kepalaku. Aku mengamati sekelilingku. Sepi, hanya halaman luas rumahku dengan beberapa tanaman bunga yang tampak tenang diterpa angin malam.

Aku langsung menutup kembali jendela dan menguncinya.

"ah, mungkin hanya pikiranku" aku bergumam

Aku melanjutkan kegiatanku. Aku memungut sebuah pisau dapur dilantai, sampai suara itu kembali terdengar. Aku diam sejenak, tubuhku menunduk mematung dengan tangan kananku memegang pisau yang masih tergeletak di lantai. Berkonsentrasi dengan apa yang kudengar. Suara ketukan kembali terdengar, dan aku dengar pula suara langkah kaki pelan dari dalam rumahku. Aku mulai awas. Dan suara ketukan jendela kembali terdengar dan kini semakin jelas. Aku mendekati jendela dengan sebuah pisau ditangan untuk berjaga-jaga. Aku mengintip kebalik tirai, dan disaat itulah aku melihatnya. Sosok itu berada didepan jendela. Sosok tinggi hitam dengan mata yang menyala. Tubuhnya seolah diterangi sebuah bayangan terang, dan baru kusadari bahwa sosok itu hanya terpantul dari jendela. Pantulan dari ruangan terang, ruang dapur, tempatku berada. Sosok itu seolah berdiri tak jauh dibelakangku.

Aku menutup kembali tirai jendela dengan tangan kiriku yang gemetaran. Sementara tangan kananku makin menggenggam erat pisau dapur yang penuh noda tepung. Aku memejamkan mata, tak berani menoleh kebelakang, sampai sebuah tepukan mendarat dibahuku, membuatku hampir melompat karena kaget. Spontan kubuka mataku dan langsung kubalikkan badanku. Benar, sosok itu menyambutku dari belakang dengan mukanya yang menyeramkan. Aku langsung berteriak dan tanpa sadar aku menancapkan pisau di tanganku tepat keperutnya. Aku berlari keluar dapur tanpa menoleh, sampai langkahku terhenti ketika aku menabrak sosok yang lewat didepanku.

"ada apa?" ucap ibu memandangku heran, kedua tangannya memegang bahuku

Aku menutup mataku, dan hanya bisa menunjuk kedalam dapur.

"aaaaaaaa" ibu berteriak kencang. Dia langsung berlari kedalam dapur. Aku membuka mata, dan betapa terkejutnya ketika menyaksikan tanganku yang kini belepotan darah. Darah yang menempel ditanganku menyebar kewajahku, terusap saat aku menutup mataku. Aku langsung menengok ke dapur, menyaksikan sosok yang terkulai lemas bersimbah darah. Setelan jas hitamnya penuh noda putih tepung yang kini mulai kemerahan. Sementara kepalanya terpangku diatas paha ibuku yang terus menangis sambil menepuk-nepuk pipinya, membiarkannya tetap sadar. Ya, aku menusuk ayahku sendiri, tepat diperutnya.

(bersambung)

About the author

Menulis bukan sekedar hobi, tapi juga seni. Keep writing :)

0 komentar: