- See more at: http://yandyndy.blogspot.co.id/2012/04/cara-membuat-auto-read-more-pada-blog.html#sthash.JS2X70Q4.dpuf

RUMAH GANTUNG : Part 11

0

 


Artikel selanjutnya yang kutemukan, merupakan kasus kedua setelah kasus Hani, tepat dua tahun setelahnya.

--Seorang pria ditemukan tewas tergantung di areal pepohonan mangga dibelakang rumah gantung. Pria yang diketahui bernama Fandi, sebelumnya menderita depresi berat yang akhirnya memilih mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. Sementara mayatnya ditemukan oleh saudara kembarnya, Fendi. Diakui oleh Fendi, dia sempat mengalami perasaan takut selama berhari-hari ketika saudaranya menghilang. Bahkan dia mendengar bisikan-bisikan yang akhirnya bisa menemukan keberadaan Fandi di rumah gantung. Tapi semuanya belum selesai, Fendi yang sangat terpukul dengan kehilangan saudaranya, dikabarkan ikut depresi. Beberapa hari setelah kematian Fandi, Fendi yang telah dianggap tidak waras mulai mengamuk dan membunuh kedua orang tuanya. Tidak ada yang tahu apa motifnya, tapi hasil psikis Fendi menunjukkan bahwa Fendi melakukan pembunuhan secara tidak sadar. Tetapi, fakta yang aneh dikabarkan dari kepolisian, bahwa Fendi sepenuhnya waras ketika diinterogasi oleh kepolisian dan psikiater, dan dia menyangkal telah membunuh kedua orang tuanya. Tapi hukum tetaplah hukum, dan Fendi ditahan atas kelakuannya. Tapi beberapa bulan kemudian, pihak kepolisian .....

Aku berhenti membacanya ketika PC komputerku tiba-tiba mati dengan sendirinya. Aku kebingungan, ujung jariku menekan-nekan tombol shut down dan restart secara bergantian, berharap bisa menyala kembali. Aku cek semua kabel-kabel yang menempel pada CPU, tak ada masalah. Akhirnya, aku hanya pasrah, dan kusandarkan tubuhku diatas kursi, menatap layar monitor komputer yang kosong, hanya menampakkan pantulan diriku dalam layar gelap.

Pantulan yang cukup luas dari layar LCD, menampakkan pula seluruh ruangan kamarku. Dan disitulah aku melihatnya, sebuah pantulan yang tak asing, membuat bulu kudukku langsung berdiri. Aku mendekatkan kepalaku ke layar monitor, berusaha meyakinkan apa yang kulihat. Benar, sosok hitam, dia berdiri di ujung kamarku, menatapku dengan matanya yang menyala dalam pantulan layar gelap.

Keringat dingin mulai membasahi keningku, aku langsung menunduk kepalaku diatas meja. Kedua tanganku sebagai bantal, dan mataku terpejam diatasnya.

“pergi kau…” teriakku

“kenapa kau mengikutiku” sambungku dengan mata yang masih terpejam diatas lengan. Aku tak berani menoleh karena yan kudengar selanjutnya adalah geraman yang semakin terdengar jelas ditelingaku. Hawa dingin mulai merayap kekakiku, dan aku makin terpejam karena takut. Entah berapa lama aku menutup mata, sampai sebuah suara keras membangunkanku.

“Kakak....”

Aku terbangun,

Tok Tok Tok…
 “Kak…”

Suara Emi. Aku membuka mataku perlahan, dan sekilas kukira aku masih menutup mataku, karena tidak ada yang bisa kulihat. Seluruh ruangan gelap.

“Kak.... dimana kakak taruh senternya?” Emi berteriak diluar kamar.

Perlahan aku bisa melihat sedikit baying-bayang seluruh ruangan kamarku, dan baru kusadari bahwa listrik padam.

“sebentar Em…”

Aku mulai bangkit. Tanganku meraba-raba meja didepanku, mengambil ponselku. Terlihat sebuah pesan masuk dari Siska, 4 jam yang lalu, jam 8 malam. Dan baru kuingat juga seharusnya aku ada janji dengan teman-temanku.

Dengan panduan cahaya ponsel, aku membuka laci meja dan mengambil senter didalamnya. Aku menyalakan senter itu, dan menyalakan lampu baterai yang tergantung diatas dinding tak jauh dari meja. Lalu aku berjalan menuju pintu kamar, dan membukanya. Terlihat Emi yang berdiri didepan pintu, ketakutan.

“lama sekali kak....” gerutunya

“sentermu mana?” tanyaku

“baterainya habis” jawab Emi lirih “lampuku juga lupa tidak aku isi ulang” sambungnya

“ya sudah, ini bawa saja” aku menyerahkan senter ke Emi, lalu Emi berbalik hendak menuju kamarnya.

Tapi pandanganku langsung terpecah ke arah dinding. Dinding yang terlihat terang dari dalam kamarku, menyorot bayanganku dan Emi sesaat tadi. Hanya ada aku dan Emi, tapi apa yang kulihat ditembok ada tiga bayangan. Satu bayangan memanjang dari dalam kamarku, bayangan manusia dengan rambut yang berantakan. Sejenak, hawa dingin kembali merasuk leherku, membuatku diam mematung karena takut.

“kak...”

“kakak....” teriak Emi lirih

“iya, ada apa Em” jawabku panik

“kenapa kakak masih berdiri didepan pintu? Gelap gini mending tidur, sudah larut” kata Emi sambil setengah menutup pintu kamarnya.

“Em, kau melihatnya?” tanganku menunjuk dinding

Emi diam sesaat, memandang apa yang aku tunjuk

“melihat apa? Tembok?” tanya Emi heran

“kau tidak melihatnya?”

“kak, jangan menakutiku ya” kata Emi sedikit kesal

Dengan sedikit keberanian, aku menoleh kearah kamarku. Tak ada apapun, hanya kamar kosong yang diterangi cahaya lampu. Tak ada sesuatu yang berdiri diruangan.

“kakak kenapa?” terdengar suara Emi mendekat dibelakangku

“tidak ada apa-apa” suaraku lirih.

Sorot mataku yang awas memandang kamarku sendiri, sejenak kutolehkan lagi kearah adikku, Emi yang ada dibelakangku, tapi ternyata bukan. Bukan Emi yang menghampiriku. Sosok menyeramkan itu berdiri tepat didepanku saat aku berbalik. Sosok hitam dengan dengan mata merahnya dan lidahnya yang menyeramkan. Reflek aku berteriak ketakutan dan tanpa sadar aku langsung mendorong sosok itu dengan keras menjauh didepanku.

Klatak….

“Aw….”

Aku mundur sejenak…. Menyaksikan sosok itu yang samar-samar mulai terlihat seperti sosok Emi. Emi kesakitan dibawah lantai, memegang sikunya sambil menggerutu. Sementara senternya jatuh menggelinding dibawah kakiku.

“kenapa kakak mendorongku?” ucapnya lirih sambil mendesis kesakitan.

Aku hanya diam, dan kurasakan kakiku mulai gemetar.

“kakak kenapa sih?” ucap Emi sambil berusaha berdiri, tangannya mengambil senter yang tak jauh dariku.

Tapi aku tak peduli dengan Emi, aku langsung menutup pintu kamarku. Meninggalkannya sendirian tanpa mengucapkan maaf.

(bersambung)

About the author

Menulis bukan sekedar hobi, tapi juga seni. Keep writing :)

0 komentar: