- See more at: http://yandyndy.blogspot.co.id/2012/04/cara-membuat-auto-read-more-pada-blog.html#sthash.JS2X70Q4.dpuf

RUMAH GANTUNG : Part 5

0

 

Sebuah langkah cepat mendekati kamarku, dan kulihat Emi berdiri didepan pintu kamar, membawa sebuah benda yang langsung membuatku terlonjak dari dudukku.

“Kakak menaruh ini dilemariku?” tanya Emi kesal

Aku menggeleng kecil. Mataku memandang benda kotor yang dibawa Emi ditangannya. Gaunnya yang kuning berlumpur kini dengan cahaya normal terlihat lebih coklat, matanya yang biru seolah menembus pandanganku, lengkap dengan senyum khas menyeramkannya.

“Nih, boneka ini untuk kakak saja” Emi melemparkannya kepadaku. Tapi aku tidak menangkapnya, membuat boneka itu terjatuh tertelungkup dilantai.

Tanganku terus bergetar, keringat dingin mulai merasuk lagi ketubuhku, ke leherku, dan ketangan-tanganku, membuat kertas yang kupegang sedikit basah oleh keringat. Aku meremas kertas ditanganku, membuangnya ketempat sampah diujung kamarku. Tapi tulisan aneh dibawahnya masih bisa sedikit terlihat jelas dikejauhan. “TOLONG”. Sebuah kertas meminta tolong kepadaku? Tidak… aku mulai mengaitkannya dengan kejadian-kejadian aneh malam ini. Dan semua berawal dari rumah gantung, boneka, Roy, dan kertas.

“Apa yang kau mau dariku?” aku berbicara sendiri, memandang boneka kotor dibawah kakiku.

“Kenapa kau minta tolong kepadaku?” lanjutku lirih. Langsung kupungut boneka itu, kupandangi terus kedua bola matanya.

“aku yakin kau bisa berkedip, ayo… berkediplah…”

Boneka itu tetap diam. Matanya yang biru hanya sedikit terpantul sorot cahaya lampu ruangan.

“Konyol… boneka sialan”

Aku langsung melempar boneka itu keluar kamar, lalu dengan cepat kukunci pintu kamarku.

********
 Aku berlari dalam suasana gelap, senter di tanganku bergoncang kesegala arah. Sosok berlidah dan berleher panjang itu mengejarku. Dia seolah terbang melayang sementara aku yang berlari tidak sadar telah menginjak sesuatu yang cukup lembut dikakiku. Aku menginjak sebuah boneka kotor, dan dengan cepat langsung aku pungut. Boneka itu berbicara pelan kepadaku “kembalilah”. Aku berhenti berlari dan tiba-tiba boneka itu melayang, dan sosok yang mengejarku juga hilang. Suasana sekelilingku semakin lama semakin gelap. Aku mengarahkan senter kesekilingku, dan kulihat sosok manusia memandangkiku dari jauh. Mukanya pucat, matanya cekung dan kelihatan menyedihkan. “Roy…”ucapku lirih. “Roy…” teriakku. Tapi Roy berjalan menjauh dariku. Aku mengejarnya, tapi dia semakin menjauh dan semakin menjauh. Tiba-tiba suara halus terdengar ditelingaku “Tolong”.

Aku langsung terbangun dari tidurku. Keringatku bercucuran membasahi semua tubuhku. Napasku berpacu dengan cepat, beradu dengan degup jantungku. Kulihat jam dindingku menunjukkan pukul 8 pagi. Aku langsung bangun dari ranjangku, dan menyadari ponsel dimejaku mulai bergetar. Mataku terbelalak menyaksikan sebuah panggilan yang masuk ke ponselku. Roy, dia meneleponku.

“Halo…Roy…”

“oh, halo. Aku Mia, kau bersama Roy?”

Aku terdiam sejenak, sedikit ada rasa kecewa.

“Mia. Kau menelepon dari ponsel Roy?”

“Ya, Roy meninggalkan ponselnya. Tante Roy menemukannya dikamar.” Sahut Mia, “Tante menyerahkannya kepadaku, saat kutahu Roy sudah beberapa hari hilang. Karena kurasa aku yang paling bertanggung jawab disini ” sambungnya

“Jadi kau tidak bersama Roy?”

Mia terdiam. “Ya, kukira kau semalam bersamanya, kulihat kemarin kau menelepon ke nomor ini”

“Tunggu Mia, aku kemarin memang bersama Roy. Tapi…” aku mulai kebingungan “ya sudah…. Bisa kah kau kerumahku sekarang?”

“tunggu, aku tidak bisa. Seharian ini aku berencana ke kantor polisi dengan Tante Roy. Dia ingin polisi ikut membantunya” jawab Mia lirih “mungkin sore atau malam baru bisa” sambungnya

“terserah, aku tunggu kau malam ini. Hanya kau Mia”

“tidak masalah” sahut Mia. Telepon terputus.

Aku melempar ponselku keatas ranjang. Dan baru kusadari bahwa sesuatu berhasil menyusup kekamarku. Boneka itu duduk tepat disamping bantalku. Gaunnya yang kuning tertutup sebuah kertas lusuh bergambar sosok menyeramkan dengan tulisan “TOLONG” dibawahnya.
 ************

(bersambung)

About the author

Menulis bukan sekedar hobi, tapi juga seni. Keep writing :)

0 komentar: