- See more at: http://yandyndy.blogspot.co.id/2012/04/cara-membuat-auto-read-more-pada-blog.html#sthash.JS2X70Q4.dpuf

RUMAH GANTUNG : Part 4

0

 

Aku mengemudikan motorku dengan cepat, bahkan bisa dibilang mengebut. Setelah tiga puluh menit beradu di jalanan, akhirnya aku sampai di rumahku. Kuparkir motorku langsung di dalam rumah, sementara Roy sedang sibuk memandangku, memandang wajahku yang ketakutan.

“ada apa sih?” tanya Roy

“kita ngobrol dikamar saja” kataku sambil melepas sepatu-sepatuku –yang penuh oli. Aku berjalan masuk ke ruang tamu bersama Roy yang mengikuti dibelakangku.

“kamu menginap disini saja… aku masih merasa merinding…” kataku sambil mengelus-elus kulit tanganku

Roy berpikir sejenak…”oke..tak masalah. Memangnya ada apa?”

Aku masuk ke dalam kamar –beserta Roy . Langsung kududukkan diriku diatas ranjang, membuang senter yang ada disaku bajuku tepat diatas bantal, sementara Roy masih berdiri didepan pintu memandangiku. Aku menyeka keringat-keringat dingin yang masih membasahi keningku dengan telapak tangan. Dia memandangiku dengan penasaran, menungguku berbicara.

“aku tidak tahu kalau didalamnya masih ada boneka-boneka itu” kataku pelan, napasku masih berat

“boneka-boneka…… maksudmu boneka yang digantung?” tanya Roy

“ya… satu boneka berukuran besar, dan dua lainnya berukuran kecil.”

“tunggu… satu boneka sebagai sang ibu, dan dua anaknya?” tanya Roy

“astaga…kau melihatnya?” sambungnya

Aku mengangguk kecil, “ kukira itu hanya mitos saja” sahutku

“Kukira juga begitu, lalu? Melihat boneka saja kau takut?” kata Roy sambll tertawa kecil

“Boneka itu seolah bisa berjalan, dia mengikutiku ketika aku berjalan menuju halaman” kataku. Hawa dingin masih merasuk di kulit-kulitku, membayangkan boneka menyeramkan yang kulihat beberapa saat lalu.

“yang benar saja? Apa boneka itu hidup?” tanya Roy tak percaya

“aku tidak tahu… tapi itulah yang kurasakan… dan…” aku berhenti sejenak. Pikiranku membayangkan sesuatu menyeramkan yang kulihat di halaman belakang. Ya, hanya menceritakannya saja membuat diriku merinding.

“dan…” Roy mengulang kata-kataku, menungguku melanjutkannya
 “saat pertama aku sampai dihalaman, aku mendengar bunyi-bunyi seperti dahan yang saling bergesekan. Kuarahkan senterku ke arah pepohonan, dan aku tak percaya dengan apa yang kulihat” aku menghela napas panjang. Roy melotot memandangku, dia mendengarkanku dengan seksama.
 “aku melihat ada sebuah objek yang berayun-ayun,seperti seseorang, tapi tubuhnya seolah terbang diatas dedaunan lebat, sekilas kukira itu seperti mayat yang tergantung. Entahlah, karena aku tidak jelas melihatnya, entah itu setan atau memang mayat aku juga tidak tahu” ucapku tegang

“Tapi ketika aku mendekatinya… ada sesuatu dibawah objek tersebut. Sosok itu berada diatas tanah, berdiri memandangku.” sambungku

“maksudmu ada orang lain yang tinggal dirumah itu?” sahut Roy memotong

“tidak… karena saat senterku menyorot tubuhnya, aku melihat …… “

Aku mengambil sebuah pensil dan sebuah buku diatas mejaku, dan merobek selembar kertas didalamnya. Menggores ujung pensil membentuk sebuah visual mengerikan yang tergambar diotakku.
 “melihat ini” kutunjukkan kertas itu kepada Roy. Roy hanya mengerutkan keningnya melihat gambarku. Memandang sebuah gambar manusia bertubuh hitam, berambut panjang dan memiliki mata yang cukup besar dengan noda-noda hitam di pipi dan sekitar matanya. Mulutnya yang lebar memiliki lidah yang sangat panjang yang menjulur sampai sepuluh sentimeter dibawah bibirnya. Sementara lehernya sangat panjang, mirip leher boneka barbie namun berwarna hitam.

“em…itu mata dan pipinya kenapa?”tanya Roy sambil menunjuk gambar

“matanya merah dan mengeluarkan darah, yang kulihat darah itu sampai menetes dipipinya” kataku menjelaskan

“lalu… lehernya sepanjang ini?” tanya Roy lagi

“ya, sesaat itulah yang kulihat, sebelum akhirnya aku berlari ketakutan”

Roy hanya mengangguk.

“ponselmu kemana?” tanyaku ketus

“astaga… aku lupa memberitahumu, ponselku tertinggal juga dirumah” jawab Roy sambil tertawa kecil

“sialan kau Roy… padahal aku tadi ingin kau membantuku mengecek objek diatas pohon tadi.”

Roy tertawa… “iya maaf… tapi aku lebih tertarik dengan boneka-boneka yang kau maksud tadi, mungkin itu rahasianya”

“huh.. rahasia omong kosong” ucapku kesal

“jadi…apa kita mau kesana lagi? Aku belum melihat boneka-boneka itu” ucap Roy

“kesana saja sendiri….sudahlah… aku mau kekamar mandi dulu… kalau kau mau tidur, tidur saja, atau mau main juga silahkan” ucapku kesal

“ya… aku mau tidur dulu” ucap Roy

Aku bergegas berjalan kekamar mandi, mencuci kaki dan tanganku yang penuh lecet dan gatal karena gigitan serangga. Belum sempat aku melepas baju-bajuku sampai semua yang kulihat berubah gelap dengan tiba-tiba. Listrik mati.
 “sial”

Aku berjalan perlahan keluar dari kamar mandi. Tanganku meraba-raba mencari pegangan dan tepian dinding. Butuh beberapa saat sampai mataku bisa melihat samar-samar cahaya temaram dari cahaya bulan dari sela-sela ventilasi dinding.

Aku berjalan pelan menuju kamarku, berusaha meraih ranjang dan meraba-raba bantal untuk mengambil senter ku yang tadi kubuang diatasnya. Dan sesaat ketika aku menyalakannya, bulu-buluku kembali meremang, karena situasi kali ini hampir mirip dengan apa yang kualami beberapa saat lalu di rumah gantung. Aku menyorotkan senter ke atas dinding, menyinari sebuah detak jam yang sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam.

Aku menghampiri sebuah meja didekatku, menyalakan sebuah lampu bertenaga baterai yang berada diatasnya. Kulihat Roy sudah tertidur diatas ranjang, tubuhnya berbalut selimut yang gelap. Aku tidak mau menyorot senter kearahnya, takut dia terbangun. Aku berjalan keluar, mengamati ruang tamu yang kubiarkan gelap tanpa lampu cadangan. Senterku menyorot sudut-sudut tirai dan jendela, memastikan kalau semua sudah terkunci rapat. Tapi belum puas aku mengecek semuanya, ketika senter yang kubawa tiba-tiba padam.

“sial… baterainya habis” ucapku kesal sambil mengetuk-ngetuk senter diatas telapak tanganku. Tapi tetap tak menyala.

Aku berjalan menuju kamar Emi. Kulihat cahaya terang lampu baterai milik Emi terpantul temaram dari bawah celah pintunya.

“Em… kau belum tidur?” kataku beteriak kecil didepan pintu kamarnya

“ada apa?” teriak Emi dari dalam kamar

“aku mau pinjam sentermu” sahutku

“aku taruh dimeja dapur” teriak Emi

Aku berjalan meninggalkan kamar Emi, perlahan-lahan berjalan menuju dapur hanya dengan bantuan cahaya remang-remang bulan dari luar. Aku menghampiri sebuah meja diujung dapur, meraba-raba permukannya, dan mengambil sebuah senter. Aku menyalakannya sampai semua ruangan berubah menjadi terang dan semuanya tak terlihat gelap. Listrik menyala kembali.
 “Syukurlah”

Aku mematikan senter dan langsung menuju kamarku. Kumatikan lampu baterai yang menyala diatas meja. Langsung kubanting tubuhku keatas ranjang, tidur disamping Roy. Namun perasaan dingin tiba-tiba kembali merasuk membuatku harus menarik sebagian selimut yang membungkus Roy. Rasanya lumayan hangat, sampai aku menyadari bahwa ada yang aneh dengan ranjang ini. Sebuah guling berada disampingku, tepat diatas bantal dimana seharusnya Roy tidur.

“Roy?” ucapku heran. Aku terduduk diatas ranjang, Aku menoleh keseluruh ruangan, kebingungan.

(tok…tok…..tok….)

Sebuah ketukan pintu depan membuatku langsung beranjak bangkit dari ranjang, berjalan cepat menuju ruang tamu. Tapi hawa aneh yang semakin terasa dikulitku membuatku takut untuk membuka pintu. Masih segar ingatanku di rumah gantung ketika sosok menyeramkan berhasil membuatku ketakutan sesaat aku membuka pintu halaman belakangnya. Membayangkan sesuatu yang menyeramkan juga berdiri dibalik pintu ini.

(tok… tok… tok…)

“Kak…. kakak sudah tidur?”

Teriakan Emi diluar pintu membuatku semakin mendekati pintu. Aku meraih sebuah tirai, mengintip dari balik sela-selanya. Kulihat Emi berdiri kesal dari balik pintu, dia melihatku.

“kakak hanya memandangiku dan membiarkanku tidur disini?” teriaknya kesal

Aku langsung meraih slot pintu dan membuka kenopnya.Emi yang sedikit kesal langsung masuk kedalam, melepas jaket dan sepatunya. Aku hanya melongo melihatnya.

“kenapa?” tanyanya heran

“tidak….tidak apa-apa. Kau baru saja keluar?” tanyaku lirih

“aku keluar dan mengunci diriku sendiri dari luar? Mana mungkin lah kak…” jawab Emi sedikit tertawa

“Jadi, kau dari tadi diluar?” tanyaku dengan nada menekan

“ya… kakak tadi tidak bilang kalau mau keluar. Ya sudah…. Makanan kakak aku kasihkan ke gelandangan di luar sana, daripada basi..”ucapnya kesal

“iya… maaf” sahutku

“oiya…. tadi kak Mia dan tantenya kak Roy mencari kakak. Mereka menanyakan kak Roy. Dia sudah tiga hari tidak pulang kerumahnya, mungkin kakak tahu dimana dia”

Ucapan Emi membuatkku tiba-tiba teringat dengan Roy, Roy yang lenyap dari kamarku.

“dari sore tadi….dia…..disini……” kataku pelan, suaraku setengah terputus-putus karena kebingungan

“kapan?” tanya Emi protes

“tadi sore…. Dia main game denganku di kamar… tunggu, bukannya kau tahu? Kau membuatkan kopi untukku dan Roy dikamar” kataku meyakinkan

“Roy yang mana?Kulihat kakak hanya main game sendirian melawan CPU…. Mana ada Roy dikamar kakak. Makanya tadi aku minta secangkir kopi, karena aneh saja kakak minum dua cangkir kopi sendirian, mana satu cangkir saja selalu tidak habis” ucap Emi. Dia berjalan kesal menuju kamarnya.

Kata-kata terakhir Emi membuatku merinding. Membayangkan semua yang kulalui hari ini. Roy yang datang, sementara Emi tidak melihatnya. Roy yang mengajakku ke rumah gantung, dan kini tiba-tiba menghilang dikamarku. Juga Emi yang baru datang, sementara Emi lain sedang berbicara denganku beberapa saat lalu dalam gulita.

Hawa semakin dingin, membuatku langsung berlari menuju kamarku.

Aku menutup slot pintu kamarku, dan langsung membanting tubuhku diatas ranjang. Tangan dan kakiku masih gemetar karena hawa dingin yang aneh dan keringat dingin yang mulai membasahi tubuhku. Aku berusaha mencari posisi yang tepat agar bisa terpejam, tapi yang kurasakan justru ada sesuatu yang mengganjal dipunggungku. Kusadari bahwa aku menindih kertas bergambarku. Sebuah gambar menyeramkan yang kulihat dirumah gantung, sosok menyeramkan yang terus terbayang dikepalaku. Tapi ada sebuah goresan lain, bukan goresanku. Sebuah goresan tipis dibawah gambar, bertuliskan sebuah kata yang kubaca pelan, dan setelah itu, sebuah teriakan kecil terdengar dari kamar Emi.

(Bersambung)

 

About the author

Menulis bukan sekedar hobi, tapi juga seni. Keep writing :)

0 komentar: